• +62251-8629362
  • info@pei-pusat.org; peipusat@yahoo.com
  • Register
  • Log in
  • BERANDA
  • PROFIL PEI
    • Sejarah PEI
    • Pengurus Pusat
    • Pengurus Cabang
    • History PEI
  • AD-ART
    • ART
    • AD
  • KEGIATAN
  • KEANGGOTAAN
    • Form Pendaftaran
    • Konfirmasi Pembayaran
  • PUBLIKASI
    • JEI
    • Prosiding
    • Buku
    • IDEA
    • Presentasi
  • BERITA
  • GALERI
    • Foto
    • Puisi
    • Video
  • KONTAK
  • ICCESI 2019

Kupu-Kupu Barong, Spesies Unik di Bali Butterfly Park yang Sukses Pikat Pengunjung

16 NOVEMBER 2018

Suasana sejuk dan rindang sungguh terasa ketika memasuki kawasan Bali Butterfly Park, yang terletak di Banjar Sandah Lebah, Desa Sesandan, Tabanan, Rabu (14/11/2018).

Sekumpulan tanaman dan kupu-kupu berbagai jenis yang beterbangan memberikan suasana tenang saat berada di dalamnya.

Adalah salah satu tempat tujuan wisata edukasi yang sudah berdiri sejak 17 Desember 1996 silam.


Selain terdapat kupu-kupu, juga terdapat serangga lainnya seperti belalang kayu, kumbang tanduk, hingga tarantula.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah kupu-kupu jenis barong atau yang dalam bahasa latinnya memiliki nama Attacus Atlas.

Selain jenis ini, dalam kawasan taman ini juga terdapat 10-25 spesies kupu-kupu yang hidup di lahan seluas 45 are dengan jumlah sekitar 900 ekor lebih.

“Yang paling menarik di sini adalah kupu-kupu barong. Jenis ini menjadi daya tarik tersendiri karena memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari jenis kupu-kupu lainnya,” ujar Butterfly Keeper, Luh Putu Sri Wahyuni saat dijumpai Rabu (14/11/2018).

Putu Sri menyebutkan, hanya serangga yang memiliki keindahan di bagian sayapnya, khususnya kupu-kupu barong yang memiliki ukuran 25 cm lebih ini.

Kupu-kupu barong merupakan serangga yang populasinya terbatas di beberapa wilayah di Indonesia.

Ia menyebutkan, selain di Bali seperti wilayah Batukaru, Penebel, juga bisa ditemui di daerah Jawa namun ukurannya yang berbeda atau lebih kecil.

“Selain di sini (Bali) juga bisa dijumpai di wilayah Jawa maupun Kalimantan, tapi ukurannya di sana lebih kecil dibandingkan di sini. Jika di Kalimantan warnanya lebih hitam,” jelasnya sembari menunjukkan seekor kupu-kupu barong yang baru menetas kemarin pagi.

Kemudian Sri juga menjelaskan, kupu-kupu barong memilki corak warna yang begitu khas.

Dimana pada ujung sayapnya ada corak yang menyerupai kepala ular, hal tersebut digunakan untuk mengelabui para predator seperti burung dan kadal.

Namun sayangnya, kata dia, kupu-kupu barong hanya bertahan hidup selama lima hari saja semenjak ia menetas.

Dalam masa hidupnya, kupu-kupu barong sudah dapat melakukan proses reprofuksi yang waktunya hingga kurang lebih selama 8 jam.

Selain jenis kupu-kupu barong, juga terdapat dua jenis kupu lainnya seperti Helena dan Priamus yang mulai sulit ditemukan saat ini.

Dua jenis ini juga sudah mulai dilakukan penangkaran lantaran jumlahnya mulai sulit ditemukan di alam bebas.

“Karena singkatnya masa hidup kupu-kupu, setiap minggu kami selalu mendatangkan 1.500 kepompong dari tempat penangkaran di Singaraja dan Jembrana. Dari total jumlahnya, sekitar 75 persen berhasil menetas,” terangnya.

Sri kemudian menjelaskan bagaimana proses pengembangbiakan higga menjadi seekor kupu-kupu yang utuh.

Menjadi kupu-kupu utuh membutuhkan waktu kurang lebih selama dua bulan.

Dimulai dari telur yang menetas sekitar seminggu.

Kemudian menjadi ulat, maksimal memerlukan waktu hingga 4 minggu.

Satu ekor ulat bisa menghabiskan daun satu pohon ukuran sedang.

Setelah masa tersebut, ulat kemudian menjadi kepompong dengan waktu maksimal 5 minggu, dan menunggu hingga kepompong menetas menjadi kupu-kupu.

"Makanan kupu-kupu sendiri adalah intisari bunga. Sehingga, tanaman yang kami tanam di kawasan ini adalah sebagian bunga angsoka. Kami buat penangkaran dengan taman kupu-kupu secara terpisah agar kupu-kupu ini selalu memiliki stok dan pengembangbiakan yang maksimal,” terangnya.

Perkembangbiakan dan kelangsungan hidup kupu-kupu tergantung dari faktor cuaca dan iklim.

Karena faktor tersebut yang menyebabkan jumlah dan populasi kupu-kupu menurun.

Jika musim hujan tiba, maka kepompong lebih banyak dan akan rusak kemudian mati.


"Selain itu faktor cuaca, kupu-kupu juga kadang terserang virus parasit yang disuntik dari lalat-lalat buah. Kadang kala itu yang membuat kepompong dan telur gagal menetas," jelasnya.

Kemudian untuk pengunjung, kata dia, yang lebih banyak berkunjung adalah tamu dari kawasan Eropa, sementara untuk tamu lokal lebih sedikit.

Dikatakannya, tamu Eropa selain berwisata edukasi juga melakukan penelitian.(*)

 

 

 

 



Sumber: Tribun Bali.com  

Artikel Lainnya


  • Semut Charlie alias Tomcat, Pengusir Hama yang Jadi Musuh Manusia
  • LOMBA ESSAY kerjasama PERHIMPUNAN ENTOMOLOGI INDONESIA & PUSAT PERAGAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
  • Tidak semua hewan butuh tidur lama
  • INTERNATIONAL CONFERENCE AND THE 10th CONGRESS OF THE  ENTOMOLOGICAL SOCIETY OF INDONESIA (ICCESI)
  • Penerapan PHT Dinilai Mendesak Dilaksanakan

Sekretariat Perhimpunan Entomologi Indonesia: Jalan Kamper Kampus IPB Dramaga, Wing 7 Level 5, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor Jawa Barat, 16680, Indonesia

  • +62251-8629362
  • info@pei-pusat.org
  • peipusat@yahoo.com
Media sosial
Twitter Timeline
Tweets by pei_pusat
Berita Terbaru
Webinar Nasional "Cermat Menakar Manfaat Insektisida Dalam Implementasi Pengelolaan Hama Terpadu"

Nov 23,2022

SEMINAR NASIONAL (HYBRID) JURUSAN PERLINTAN UNIB PEI-PFI KOMDA BENGKULU

Oct 22,2022

Pelatihan Identifikasi Semut dengan tema "Semut dalam Kehidupan Manusia dan Perannya bagi Lingkungan dan Pertanian"

Sep 13,2022

Prosiding Seminar Nasional dan Kongres PEI Cabang Bandung 2021

Sep 07,2022

Tautan
PEI Cabang Yogyakarta
PEI Cabang Palembang
Perlindungan Tanaman
Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
Submit Abstract ICCESI 2019
Flag Counter

Copyright ©2017 Perhimpunan Entomologi Indonesia. All Rights Reserved

Powered by SevenLight.ID